Taufiq Ismail, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935; umur
76 tahun, ialah seorang sastrawan Indonesia. Dilahirkan di Bukittinggi,
menghabiskan masa SD dan SMP di Bukittinggi dan SMA di Pekalongan, ia
tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah
bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri,
ia menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis
peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI
Bogor pada 1963 tapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya
di sebuah pulau di Selat Malaka.
Semasa
kuliah aktif sebagai Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Senat
Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan WaKa Dewan Mahasiswa UI (1961-1962).
Di
Bogor pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis, juga
mengajar di IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, gagal
melanjutkan studi manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat
sebagai dosen di Institut Pertanian Bogor. Ia menulis di berbagai media,
jadi wartawan, salah seorang pendiri Horison (1966), ikut mendirikan
DKJ dan jadi pimpinannya, Pj. Direktur TIM, Rektor LPKJ dan Manajer
Hubungan Luar Unilever. Penerima beasiswa AFS International Scholarship,
sejak 1958 aktif di AFS Indonesia, menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina
Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa
yang selama 41 tahun (sejak 1957) telah mengirim 1700 siswa ke 15 negara
dan menerima 1600 siswa asing di sini. Taufiq terpilih menjadi anggota
Board of Trustees AFSIS di New York, 1974-1976.
Pengkategoriannya
sebagai penyair Angkatan '66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya,
misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku
kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan
Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang
Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas
Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi
Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan
Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia
menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat
Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap.
Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi
lebih luas.
Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar
negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24
kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya,
puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca
di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan
Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad
sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru
dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di
masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan,
RRC, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.
Bosan
dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal
1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama
dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman
baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan
di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh
Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail.
Moskow: Humanitary, 2004.)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment