(Pengamat sosial dan politik Universitas Negeri Jakarta)
Sirkulasi
elite politik baru saja terjadi di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS
telah menggelar musyawarah I Majelis Syuro periode 2015-2020 sejak Ahad
(9/8) sampai Senin (10/8) di Bandung. Dalam musyawarah Majelis Syuro
PKS itu terpilih kepemimpinan PKS yang baru.
Ketua Majelis Syuro
diemban oleh Dr Salim Segaf Al-Jufri dan Wakil Ketua Majelis Syuro oleh
Dr Hidayat Nur Wahid. Sementara Presiden PKS terpilih Dr. Muhammad
Sohibul Iman dan Sekretaris Jendral Taufik Ridlo. Sebuah proses
sirkulasi elite partai yang berlangsung secara damai dan melalui
mekanisme demokrasi substantif yang mengagumkan. Hampir tidak ada hiruk
pikuk kontestasi perebutan elite di tubuh partai ini.
Hal menarik
lain dari sirkulasi elite PKS ini adalah outputnya. Jika partai politik
lain nampak tidak ada sirkulasi elite atau dalam bahasa sirkulasi elite
politik dikenal "4L" (Lu Lagi Lu Lagi), PKS menunjukan hal sebaliknya.
Ada
pergantian Ketua Majelis Syuro dan pergantian Presiden PKS.
Kepemimpinan baru PKS juga nampak menarik, di level elite majelis syuro
terpilih representasi alumni Timur Tengah yang berlatar keilmuan Islam
dan di level DPP PKS terpilih representasi alumni perguruan tinggi Asia
Timur (Jepang) yang berlatar keilmuan eksakta.
Kombinasi dan
sinergi dua kutub kaum terpelajar ini adalah kekayaan PKS yang tidak
dimiliki partai-partai lain. Sebab betapapun PKS adalah partai dengan
sumberdaya manusia terpelajar yang melimpah (Ubedilah badrun,2015).
Mengingat partai ini memang lahir dari rahim aktivis Islam kampus.
Pertanyaanya adalah bagaimana kita mengukur kapasitas kepemimpinan baru
PKS ini ditengah problem dan beban yang tidaklah ringan mendera elite
politisi Islam dan umat di negeri ini?
PKS meskipun menghadapi
ujian cukup berat melalui ujian kasus korupsi, nampak tidak mengganggu
secara sistemik soliditas dan daya tahan partai ini. Sebab faktanya pada
pemilu 2014 PKS masih mendapatkan suara 6,79 persen dan masih
memenangkan sejumlah pemilukada seperti yang terjadi di Jawa Barat.
Tetapi jika dilihat dari target perolehan suara Pemilu 2014 tentu PKS
bisa dinilai gagal karena targetnya menjadi 3 besar (sekitar 15-20
persen) tidak tercapai. Dalam situasi beban yang tidak ringan ini
kepemimpinan baru PKS akan diuji.
Secara kualifikasi kepemimpinan
baru PKS nampak akan mampu mengatasi problem tersebut. Sebagaimana
diketahui ketua Majelis syuro Dr Salim Segaf aljufri tidak hanya seorang
yang ahli di bidang syariah Islam tetapi juga memiliki pengalaman di
birokrasi. Misalnya ia pernah menjadi Duta Besar Indonesia di Arab Saudi
dan Menteri Sosial pada masa pemerintahan SBY.
Sementara
Presiden PKS terpilih Dr Muhammad Sohibul Iman adalah ilmuwan yang kaya
perspektif sekaligus sosok yang juga memiliki pengalaman birokrasi
ketika di Bakorsurtanal, menjadi rektor dan ketika menjadi Wakil Ketua
DPR RI. Mengukur kapasitas kepemimpinan dengan menganalisis track record
adalah cara paling mudah untuk bisa memastikan apakah seseorang sanggup
memikul beban dan sanggup mengangkat beban untuk diletakkan pada
posisinya yang tepat.
Selain menggunakan analisis track record
pemimpinnya untuk mengukur kapasitas kepemimpinan baru di PKS,
nampaknya analisis kapasitas pemimpin baru dihadapkan dengan kemampuanya
memecahkan problematika kepartaian, problematika umat dan problematika
bangsa bisa menjadi cara pandang yang penting.
Dr Salim Segaf
dan Dr Muhammad Sohibul Iman adalah dua sosok penting yang dipercaya
dapat mengatasi soal ini. PR besarnya adalah bagaimana kepemimpinan baru
PKS mampu membangkitkan kembali marwah PKS sebagai partai dakwah dan
partai kader yang dapat diterima secara meluas di tengah tengah
masyarakat? Jika kepemimpinan baru ini mampu mengatasi problem dengan
baik maka wajah PKS 2015-2002 adalah wajah penuh optimisme. Tetapi jika
sebaliknya maka tunggu saat berakhirnya sebuah gerakan politik partai.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment