JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sudah
memasuki usia ke-42 tahun. Di usianya yang lebih dari 4 dekade ini, nama
Megawati masih identik dengan partai berlambang banteng tersebut.
Setelah memimpin selama 4 periode, nama Putri Presiden pertama Indonesia
itu kembali mencuat untuk maju menjadi calon ketua umum PDIP.
Peneliti
senior Founding Father House (FFH), Dian Permata menilai Megawati
seharusnya tidak lagi bernafsu untuk menduduki kursi ketum PDIP. Sebab,
level Megawati sudah jauh melebihi level kader yang seharusnya jadi
ketum.
Sosok mantan Presiden RI tersebut sejajar dengan tokoh
senior partai lainnya seperti Almarhum Gus Dur di PKB, Hilmi Aminuddin
di PKS, serta Amien Rais di PAN.
"Posisi mereka di parpol sebagai
ketua dewan syuro atau majelis pertimbangan, Mega sejatinya juga harus
begitu, bukan sebagai ketum lagi," katanya.
Menurutnya, masih banyak kader PDIP yang pantas menjadi
ketum. Nama-nama yang lebih muda seperti Joko Widodo, Puan Maharani, dan
Ahmad Basarah, serta lainnya. PDIP harus dapat mencermati pasar di
Pemilihan Presiden 2019.
Sebab, kata Dian, wajah muda memiliki
magnet electoral potensial bagi calon pemilih. Dengan majunya kembali
Megawati sebagai calon ketum PDIP, akan membuat regenerasi PDIP macet.
"Regenerasi
di elite PDIP bakal macet luar biasa, karena membuat rantai regenerasi
dari DPC sampai DPP tidak berjalan alamiah," ujarnya.
Sementara
peneliti politik LIPI, Siti Zuhro mengungkapkan sebenarnya tidak ada
larangan bagi Megawati untuk maju lagi sebagai calon ketum PDIP. Hanya
saja, apakah akan ada calon lain yang muncul selain Mega.
Sebab
selama ini PDIP belum pernah memunculkan kontestasi pemilihan ketum
sejak berdiri. Pemilihan ketum selalu dilalui dengan aklamasi dan
mengusung calon tunggal.
"Kontestasi dalam pemilihan ketum harus mulai ditradisikan, sebab parpol menjadi acuan praktik demokrasi," katanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment